Thursday, June 08, 2006

paradigma masyarakat pendidikan

Paradigma Pendidikan Kritis
Pendidikan merupakan suatu proses upaya pewarisan nilai-nilai yang sering disebut proses transformasi yang
menyangkup segala aspek “yang seharusnya” tetapi di sisi lain hanya melangsungkan proses pada satu sisi saja, itulah yang di khawatirkan dalam proses pendidikan.
Kalau kita melihat secara fitrah manusia diciptakan dengan keadaan suci sehingga untuk mengembangkannya perlunya pendidkan, dengan mengenyam pendidikan setidaknya manusia bisa hidup lebih survive dalam menghadapi realitas kekinian. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengambangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran melalui berbagai cara baik itu pendidikan formal, pendidikan informal maupun non formal.
Pergaulan dalam pendidikan sendiri perlu adanya acuan dan arahan yang jelas supaya kelak anak didik dapat memfungsikan ilmu yang didapat dari pendidikanya. Lalu melihat akar permasalahan pendidikan kita apakah pendidikan kita (Indonesia) sudah bisa dikatakan maju ?, atau sudah dikelola dengan baik ? itu menjadikan kita bagaimana menelusuri dan nantinya bisa kita perbaiki untuk menuju arah pendidikan yang lebih baik.
Islam sebagai agama sekaligus sebagai acuan untuk anutan dengan berpijak pada Al Quran dan al Hadits juga perlu memberikan kontribusi kepada pendidikan, dan kita sebagai orang islam harus punya alternatif bagi bangsa upaya meningkatkan kualitas pendidikan tanpa harus mengesampingkan nilai-nilai aturan islam.
Pendidikan nasional sendiri berfungsi sebagai pengembangan kemampuan dan pembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermaratabat dalam rangka menncerdaskan kehidupan bangsa, yang sesuai dengan tujuannya. Pendidikan islam merupakan bentuk bagaimana kita bisa mengartikulasikan agama dalam ranah kehidupan manusia dan itu merupakan sesuatu yang fenomenal.
Dalam praktiknya agama sendiri merupakan keyakinan (belief) dogma tradisi, praktik dan ritual.[1] Dengan realitas tersebut doktrin dan berbagai warisan ajaran tersebut sangat riskan bila dikaitkan dengnan hubungan sosial keagamaan di negara majemuk ini dan bisa-bisa menjadi biang keladi masalah baru, dan ini juga tergantung orang yang memahami keagamaan apakan secara sempit atau secara luas (holistik). Islam mengajarkan konsep universalitas untuk terbuka terhadap segala hal, dalam bidang pendidikan kita perlunya penguatan kembali nilai-nilai islam dan perlunya rekonstruksi paradigma kritis-inovatif upaya menegaskan harmonisasi dan dialog.
Paradigma islam.
Dalam buku The Structure of Scientific Revolutions, Thomas S. Khun mengatakan bahwa ilmu-ilmu yang sudah ada menjadi sebuah paradigma (yang disebut normal science) telah mengalami krisis, lalu timbulah revolusi ilmu. Kemudian ilmu memberontak itu menjadi normal science, menjadi sebuah paradigma baru.[2] Pardigma baru dalam ilmu-ilmu sekular ( dipakai dalam konotasi negatif) yang terbentuk dengan mengubah pendapat tentang ontologi (hakikat keberadaan) ialah barat dan marxisme. Barat adalah idealisme dan marx adalah materialisme. Paradigma dalam psikologi terbentuk dalam mengubah pandangan tertentu tentang aksiologi (nilai) manusia. Menurut sigmun freud manusia adalah libidinal force-nya, psikologi behaviorisme menemukan bahwa manusia adalah mesin yang digerakkan berdasarkan mekanisme stimulus dan respon, psikologi humanistik menemukan bahwa manusia berhasrat untuk mengalami peak experience, sementra victor frankl menemukan bahwa manausia berhasrat akan makna.[3]
Diskursusu ilmu-ilm sosial dalam bentang sejarah kita dapat mengurutkannya seperti kita memahami dalam katalog, dan ini ada panduannya. Dan dengan demikian ilmuilmuyang da sekarang adalah hasil dari modernisme, yaitu ilmu yang terpisah dari agama, ilmu yang mandiri dan sekular. Maka wajar saja kalau dalam kurun pasca modernisme ini islam menginginkan paradigma baru yang merupakan hasil dedifferentiation (rujuk kembali) antara agama dan ilmu, wahyu, dan ratio. Rupanya keinginan untuk integrasi ilmu telah umum di dunia islam, baik kalangan sunni maupun syiah. [4] karena itu kita perlu memahami apa yang sebelumnya sudah terinspirssi oleh para pendahulukita, dan untuk itu sering kita dengan proses integralistik, sebuah paradigma baru yaitu paradigma islam. Pendidikan yang benar-benar islam yang mencerminkan cita-cita ideal yaitu mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih baik[5], dan kita berharap supaya keadaan yang kita harapkan dapat tercapai lewat usaha keras.
KATA KUNCI
Indonesi istilah masyarakat madani dalam bahasa arab artinya civi, civiled berati meradap, civilization, peradaban[6]
Universalitas,supremasi, keabadian, pemerataan, kekuatan,kebaikan,dari dan untuk bersamadll. Untuk mewujudkan mka pendidikan harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan umum.
Perbedaan adalah rahmat tergantung bagaimana orang memaknainya tetapi kalau kita lihat bahwa ilmu pengetahuan itu berkembang karena perbedaan.[7]
[1] Irwandar ,Dekonstruksi Pemikiran Islam, idealitas nilai dan realitas empiris,(Arruz media press, yogyakarta, 2003)hal.7-8.
[2] Thomas S. Khun,the structure of scientific revolutions (chicago: The University Of Chicago Press, 1970) hal.24
[3] Amin Abdullah dkk, menyatukan kembali ilmu-ilmu agama dan umum: upaya mempertemukan epistemologi islam dan umum, Suka press IAIN Sunan Kalijaga,2003 hal 67.
[4] Amin Abdullah, Filsafat Etika Ialam Antara al Ghazali dan Kant (Bandung : Mizan, 2002) hal.23.
[5] Ali Ashraf, horison baru pendidikan islam, pustaka firdaus, cet.3 1996. hal.19
[6] a.qodri azizi, melawan globalisasi, reinterpretasi ajaran islam, pustaka pelajar ,2004, hal126.
[7] Jalaludin rakhmat, menjawab soal-soal, islam kontemporer, mizan, bandung cet.2 1999. hal; 226

MADRASAH

MANAJEMEN MADRASAH
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia telah muncul sejak awal Abad ke dua puluh berbarengan dengan munculnya ormas Islam seperti muhammadiyah dan NU.[1] Awal munculnya madrasah merupakan sarana penghubung antara sistem pendidikan tradisional pesantren dengan sistem pendidikan modern yang diprakarsai oleh kolonial,[2] hal itu selaras dengan perkembangan Islam itu sendiri. Dalam lintasan sejarah bahwa lembaga ini pada awalnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keislaman Al Qur’an, Hadits, Fiqih dan sebagainya, dan dalam pelaksanaannya masih berupa halaqah namun dalam perkembangan selanjutnya lembaga madrasah tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu keislaman saja akan tetapi juga mengajarkan ilmu-ilmu umum seperti matematika, fisika, biologi, kimia, ekonomi dan sebagainya serta cara yang dipergunakan dengan sistem klasikal sebagaimana yang ada sekarang ini.
Perubahan dari sistem halaqah menjadi klasikal dan dari pengajaran ilmu-ilmu keislaman minded menjadi perpaduan antara ilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum, namun madrasah tetap pada ciri khasnya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengedepankan pengajaran Islam dominan. Keadaan ini sesuai dengan inovasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pengembangan madrasah yang terus bergulir, usaha yang dilakukan secara revolusioner ini dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan madrasah adalah dengan lahirnya surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri pada tahun 1975.
[3] Ditetapkan bahwa kurikulum madrasah adalah 70 % pendidikan umum 30% pendidikan agama. Jadi pendidikan umum di madrasah sama dengan di sekolah umum ditambah dengan mata pelajaran agama 30% dari jumlah mata pelajaran yang ada.
Perubahan sistem pembelajaran dan pengajaran tersebut tidak lepas dari sebuah respon positif lembaga madrasah terhadap perkembangan zaman yang ada, utamanya adalah out come pada lembaga madrasah yang diharapkan maupun untuk bersaing dalam melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja.
Kondisi riil yang demikian merupakan sebuah tantangan bagi para stake holder (pengelola) lembaga madrasah dalam menjalankan tugasnya, satu sisi lain harus menyiapkan anak didiknya menuju persaingan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan orientasi dunia kerja, oleh karena itu pengelola madrasah harus mampu menyesuaikan diri dalam menggunakan sumber daya yang ada di madrasahnya jika tidak ingin tertinggal oleh lembaga-lembaga pendidikan umum yang setingkat dan sederajat.
Dalam penanganan permasalahan yang dihadapi madrasah, upaya untuk mendapatkan kualitas pendidikan maka perlunya dilakukan melalui berbagai cara yang terkoordinasi dan komprehensif. Sebuah tawaran yang perlu di respon adalah pengelolaan madrasah dengan “ Manajemen Berbasis Sekolah ”(MBS) atau Manajemen Berbasis Madrasah (MBM). Sistem ini merupakan sebuah tawaran solusi dalam menyiapkan peserta didik yang lebih baik, karena sistem ini memberikan otonomi kepada madrasah dan mendorong kepada pengelola madrasah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu madrasah serta untuk mencapai tujuan madrasah.Otonomi sekolah atau madrasah yang dimaksud adalah kewenangan sekolah atau madrasah untuk mengatur kepentingan warga sekolah atau madrasah menurut prakarsa sendiri berdasarkan partisipasi warga sekolah atau madrasah sesuai dengan Perundang-undangan Nasional yang berlaku hal ini didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[1] Abd. Rahman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-negara Islam dan Barat, (Yogyakarta : Gama Media, 2003) SPcet. I, hlm. 287.
[2] Fatah Syukur NC. Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang : al-Qalam Press, 2004), cet.I, hlm. 34
[3] Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, hal ini dilatarbelakangi bahwa siswa-siswa di madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga negara Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama sehingga lulusan madrasah yang menghendaki melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi ( Baca Hasbullah, Sejarah Pendidikan di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 181.)