Thursday, June 08, 2006

MADRASAH

MANAJEMEN MADRASAH
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia telah muncul sejak awal Abad ke dua puluh berbarengan dengan munculnya ormas Islam seperti muhammadiyah dan NU.[1] Awal munculnya madrasah merupakan sarana penghubung antara sistem pendidikan tradisional pesantren dengan sistem pendidikan modern yang diprakarsai oleh kolonial,[2] hal itu selaras dengan perkembangan Islam itu sendiri. Dalam lintasan sejarah bahwa lembaga ini pada awalnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keislaman Al Qur’an, Hadits, Fiqih dan sebagainya, dan dalam pelaksanaannya masih berupa halaqah namun dalam perkembangan selanjutnya lembaga madrasah tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu keislaman saja akan tetapi juga mengajarkan ilmu-ilmu umum seperti matematika, fisika, biologi, kimia, ekonomi dan sebagainya serta cara yang dipergunakan dengan sistem klasikal sebagaimana yang ada sekarang ini.
Perubahan dari sistem halaqah menjadi klasikal dan dari pengajaran ilmu-ilmu keislaman minded menjadi perpaduan antara ilmu keislaman dan ilmu-ilmu umum, namun madrasah tetap pada ciri khasnya sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengedepankan pengajaran Islam dominan. Keadaan ini sesuai dengan inovasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pengembangan madrasah yang terus bergulir, usaha yang dilakukan secara revolusioner ini dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan madrasah adalah dengan lahirnya surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri pada tahun 1975.
[3] Ditetapkan bahwa kurikulum madrasah adalah 70 % pendidikan umum 30% pendidikan agama. Jadi pendidikan umum di madrasah sama dengan di sekolah umum ditambah dengan mata pelajaran agama 30% dari jumlah mata pelajaran yang ada.
Perubahan sistem pembelajaran dan pengajaran tersebut tidak lepas dari sebuah respon positif lembaga madrasah terhadap perkembangan zaman yang ada, utamanya adalah out come pada lembaga madrasah yang diharapkan maupun untuk bersaing dalam melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja.
Kondisi riil yang demikian merupakan sebuah tantangan bagi para stake holder (pengelola) lembaga madrasah dalam menjalankan tugasnya, satu sisi lain harus menyiapkan anak didiknya menuju persaingan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan orientasi dunia kerja, oleh karena itu pengelola madrasah harus mampu menyesuaikan diri dalam menggunakan sumber daya yang ada di madrasahnya jika tidak ingin tertinggal oleh lembaga-lembaga pendidikan umum yang setingkat dan sederajat.
Dalam penanganan permasalahan yang dihadapi madrasah, upaya untuk mendapatkan kualitas pendidikan maka perlunya dilakukan melalui berbagai cara yang terkoordinasi dan komprehensif. Sebuah tawaran yang perlu di respon adalah pengelolaan madrasah dengan “ Manajemen Berbasis Sekolah ”(MBS) atau Manajemen Berbasis Madrasah (MBM). Sistem ini merupakan sebuah tawaran solusi dalam menyiapkan peserta didik yang lebih baik, karena sistem ini memberikan otonomi kepada madrasah dan mendorong kepada pengelola madrasah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu madrasah serta untuk mencapai tujuan madrasah.Otonomi sekolah atau madrasah yang dimaksud adalah kewenangan sekolah atau madrasah untuk mengatur kepentingan warga sekolah atau madrasah menurut prakarsa sendiri berdasarkan partisipasi warga sekolah atau madrasah sesuai dengan Perundang-undangan Nasional yang berlaku hal ini didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
[1] Abd. Rahman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-negara Islam dan Barat, (Yogyakarta : Gama Media, 2003) SPcet. I, hlm. 287.
[2] Fatah Syukur NC. Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang : al-Qalam Press, 2004), cet.I, hlm. 34
[3] Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, hal ini dilatarbelakangi bahwa siswa-siswa di madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga negara Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama sehingga lulusan madrasah yang menghendaki melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi ( Baca Hasbullah, Sejarah Pendidikan di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 181.)

No comments: